Senin, April 23, 2007

Kartini oh...Kartini


Tanggal 21 April kemaren, bangsa Indonesia merayakan kelahiran R.A. Kartini (1879). Meskipun hampir semua orang Indonesia tahu Kartini, namun belum tentu mereka mengenal sosok beliau dengan baik. Mungkin link di sini dapat sedikit membantu kita untuk mengenal sosoknya. Sebenernya dalam zaman yang sama juga ada para pejuang wanita antara lain Cut Nyak Dhien lahir 1848, Dewi Sartika lahir 1884, Martha Christina Tiahahu lahir 1800 dan mungkin masih banyak lagi. Nah mengapa cuman kelahiran RA Kartini saja yang diperingati oleh bangsa Indonesia ? Beberapa orang menyatakan bahwa dipilihnya Kartini karena beliau melakukan perjuangan dengan damai tidak dengan senjata seperti yang dilakukan oleh Cut Nyak Dien dan Martha Christina Tiahahu. Wah kalo argumen seperti ini sih bisa terbantahkan dengan perjuangan Dewi Sartika. Seandainya Dewi Sartika lahir lebih dulu mungkin yang akan kita rayakan adalah hari lahirnya Dewi Sartika 4 Desember.

Mudahan-mudahan para kerabat dari Cut Nyak Dien, Dewi Sartika, Christina Tiahahu dan pejuang wanita lainnya tidak sakit hati. Kalo kelahiran para tokok pejuang kita rayakan, bisa jadi tiap hari kita melakukan upacara wah....kapan kerjanya dunk.

Bahwa di masa sekarang kita hanya memperingati kelahiran RA Kartini..ya..itu sih keputusan pemerintah, ora usa nesu. Yang penting adalah kita sebagai generasi penerus harus kudu selalu mengingat dan berusaha untuk meneruskan perjuangan mereka. Ada banyak permasalahan di depan mata yang menunggu untuk diselesaikan. Namun...jangan sampai yang namanya emansipasi wanita berjalan tak terarah. Saya mendukung kalo ada wanita yang maju jadi Capres, Cagub atau anggota Dewan.

Di berbagai perusahaan, wanita telah mendapat kepercayaan. Namun kadang ada sedikit ironi, ketika para wanita karir tersebut dipindahkan ke kota lain (deerah), biasanya mereka menolak. Lho kok aneh ya..kenapa cuman mau sama hak-nya, tetapi tidak mau sama kewajiban-nya. Mungkin suatu saat hal ini akan berubah. Jika saat ini lokasi kerja istri mengikuti domisili suami, mungkin nanti akan terbalik, lokasi kerja suami mengikuti domisili istri. Mungkinkah ?

5 komentar:

NiLA Obsidian mengatakan...

sebenernya mungkin banget sih Om harrie....cumaannnn ya ituuuw....ego laki2 nya mau ga nerima....
kadang perempuan kan banyakan ngalah demi menjaga harga diri suami juga lho....
hehehehe....

Rich mengatakan...

Mungkin2 saja, apa sih yang tak mungkin di dunia ini, tapi teuuuteuup para Kartini harus inget sama kodratnya , ok

Devi Girsang, MD mengatakan...

hmm pindah domisili? tergantung keputusan berdua pastinya :)

hehehe Nila bener juga tuh.. buat menjaga harga diri suami hehehe..

B-a-r-r-y mengatakan...

Kenapa harus bingung kalau harus ikut pindah karena istri? Kan istri itu punya kedudukan yang sama dalam meniti karir. Sang suami perlu memberikan dorongan dan keputusan pindah merupakan keputusan bersama.

Pengorbanan Kartini masih belum sepenuhnya terwujudi.

SeeHarrie mengatakan...

Mengalah ato takut suami jadi pengangguran ? Kalo suami punya keahlian, pasti engga akan takut ikut istri pindah domisili. Tetapi jaman sekarang ini emang susah sih cari kerjaan.