Kemarin siang, pas waktu istirahat kantor, saya makan ketoprak dipinggir jalan. Bener lho di pinggir jalan, bukan di tengah jalan he.he.he. Nah tepat di depan penjual ketoprak, ada pedagang buah Jambu Merah. Sambil makan saya mengamati proses tawar menawar antara si Pedagang dan calon Pembeli.
Penjual menawarkan dagangannya dengan harga Rp. 6,000.00, sedangkan si calon Pembeli keukeuh mengajukan penawaran dengan harga Rp. 5,000.000. Nah karena masing-masing pihak tidak ada yang mau mengalah maka Transaksi tidak terjadi. Saya jadi agak terbengong.
Kenapa ya..hanya karena Rp. 1,000 masing -masing pihak tidak mau mengalah. Bagi si penjual mungkin saja nominal seribu rupiah sangat berarti, karena itu merupakan keuntungannya, sedangkan bagi pembeli...saya engga tahu alasannya..kenapa enggan menaikkan harga tawarnya. Seandainya Si calon Pembeli mmau membeli dengan harga Rp. 6,000.00 maka bisa saja setelah di rumah dia akan disambut dengan riang oleh anggota keluarganya karena membawa oleh-oleh yang menyegarkan.
Kadang saya pun berperilaku rada pelit. Kalo naik kopaja/metromini dalam jarak deket hanya mau ngasih seribu perak. Padahal tarif jauh-dekat adalah Rp. 2,000. Ngapain ya..saya berperilaku seperti itu ? Kalo saya pergi makan siang serombongan dengan temen kantor, saya lebih rela membayar Rp. 5,000 untuk 5 orang penumpang dari pada membayar Rp. 2,000 untuk diri saya sendiri. Padahal kalo saya membayar Rp. 2000, maka sang kenek pasti riang gembira. Kalo pun saya engga rela harus membayar Rp. 2,000 untuk jarak dekat, mestinya saya bisa menganggap yang seribu rupiah sebagai infaq/ shodaqoh/ atau apalah namanya. Bukankah kita sering mendengar bahwa Tuhan akan membalas 10 kali lipat atas shodaqoh/ infaq yang kita berikan.
Pernah juga saya membaca berita sekolompok pelajar/mahasiswa berdemo hanya karena mereka harus membayar penuh ongkos metromini/ kopaja. Padahal sehari-harinya mereka bisa makan dikantin dengan dana Rp. 10,000. Belum lagi yang hobi merokok, sehari bisa ludes 1 pak rokok.
Mengapa ya..kita merasa lebih kaya dengan menghemat Rp.1,000 sedangkan di sisi lain kita rela menghabiskan puluhan ribu untuk membeli rokok, nongkrong di cafe, dan sebagainya.
Mengapa ?? Ora ngerti aku
8 komentar:
nawar itu ibarat ngerokok, semacam candu pak, ga bisa dihilangkan.
Saya setuju dengan tukang ketik :) jika tawar menawar itu seperti kecanduan. Jadi ingat dulu saat berlibur ke Bali. Ingin membeli patung yang sudah diidam-idamkan. Tarik ulur sudah berlangsung cukup lama, bahkan tour guide saya sudah bilang kalau harganya sudah yang lazim, tapi masih saja tidak bisa "seal the deal". Sampai akhirnya istri bilang, kalau ongkos dari Amerika ke sana saja sudah berapa, cuman gara-gara beberapa dollar kok ngga jadi gitu.
Barulah saya sadar kalau tawar menawar itu merupakan sesuatu yang mengasyikan (seperti kecanduan gitu :) Akhirnya jadi deh beli patung.
tulisan menarik ... kenapa ya? Sifat dasar manusia yang tidak mau mengalah? Kalau nggak salah ada yang bilang manusia itu seperti serigala?
Mas, makasih advisenya ya....
For this topic, Mungkin itu emang dah jd kebisaan kali ya.. menawar sampe kerriiiinnngg... Apalagi sekarang banyak banet ITC, dimana barang apa aja pasti ditawar... alhasil ya kasiiian ya buat pedagang kaya tukang jambu itu jd kena imbas tawar menawar itu... hi..hi..hi.. mungkin pembeli itu lupa pesen nya aa Gym, klo kita belanja dengan pedagang keliling jgn ditawar turun tapi ditawar naik... misalnya dia jual 6000 maka kita tawar 7000.... dibiasain begini mau gak ya....???$#@!?":
# tukang ketik & barry : kayaknya emang gitu dech, tapi kalo engga deal, nyesel-nye bisa berhari-hari.
# zuki : wah serem dong..
# mimi : setuju..sekalian nyumbang.
Suami lebih pandai menawar dibanding saya. Sejak kecil saya diajari untuk melihat dan empati pada sesama...jadi kalau udah mencoba menawar ketiga tempat, hasilnya sama...maka berarti harganya memang seperti itu. Demikian juga saya udah punya langganan tertentu, sepanjang mereka nggak membohongi kualitas, saya termasuk pembeli yang sangat "loyal".
Kata ibu alm..."Coba, jika engkau menawar kemahalan, itu keberuntungan bagi pedagangnya ...dia bisa bawa uang dan beli makanan untuk keluarganya.." Pesan ibu ini selalu berdengung di kepalaku...coba, kita berjalan muter-muter hanya selisih Rp.1000,-...worthed kah nilai itu bagi si penawar? Kecuali memang si penawar benar-benar anggarannya terbatas.
itulah manusia :)
di sini semua barang biasa dgn harga pas, baik di supermarkt maupun pasar mingguan, ndak ada tawar menawar
kemarin2 komentarku nggak bisa masuk terus .... akhirnya sekarang bisa. Apa kabar Har?
#edratna : Kadang "menawar" itu untuk kepuasan bathin. Kalo udah "deal" kadang tetap dibayar lebih.
#EM : lho disana ada juga pasar mingguan ya?? kirain cuman ada di Jawa. Mudahan-mudahn berikutnya engga susah kasih komen.
Posting Komentar